Monday, September 24, 2007

ANAK JALANAN DAN KONVENSI HAK ANAK

IRZA ARNYTA DJAFAAR M. HUM

Apa hadiah terbaik untuk anak? Masa kanak-kanak! Demikianlah kata orang bijak. Segala macam hadiah permainan dan benda tidak berharga kalau dibandingkan dengan masa kanak-kanak. Masa kanak-kanak seharusnya masa yang penuh canda, permainan, dan kesempatan untuk belajar semaksimal mungkin, karena masa-masa antara menangis dan tertawa hanya berjarak pendek. Periode dalam hidup kita mudah diberikan kata-kata manis dan lembut serta belaian kasih dapat diharapkan setiap saat, dan tingkah manja dapat memperoleh tanggapan positif. Ini yang dialami oleh kita semua. Kita bermain dan belajar sampai mencapai usia 18 tahun. Bagi beberapa di antara kita bahkan sampai usia 25 tahun belum mempunyai tanggung jawab yang cukup besar. Bagaimana dengan anak-anak yang hidup di jalanan. Pernahkah terpikirkan oleh kita bahwa di usia yang sangat dini mereka mempunyai tanggung jawab yang sangat bersar untuk dirinya sendiri dan keluarganya.
Amin, yang berusia 11 tahun, sehari-hari hidupnya di jalanan di depan Bank BNI, tugasnya sehari-hari adalah menutup kendaraan roda dua (motor) dari cuaca panas, sekaligus menjaga keamanan dari motor tersebut. Demikian juga halnya dengan Umar, berumur 10 tahun dan duduk dibangku Sekolah Dasar kelas IV, pekerjaannya sama dengan Amir. Yang membedakan mereka adalah lokasi tempat mereka mengais rejeki, kalau Amin di seputaran Swering, Umar di depan salah satu Mini Market (Swalayan) di Kota Ternate. Selain mereka berdua masih banyak lagi anak-anak usia sekolah yang mengais rejeki di jalanan.
Tanggung jawab mereka cukup besar, karena tanpa kontribusi tenaganya maka orang tuanya akan sangat kesulitan untuk menafkahi hidupnya. Amin, mempunyai penghasilan sehari rata-rata Rp. 10.000. Rp.5000 diberikan kepada ibunya untuk makan mereka sehari-hari, dan Rp.5000 nya lagi untuk ditabung, tabungannya nanti dibongkar ketika Amin memerlukan untuk membeli seragam atau buku-buku sekolahnya serta membayar uang sumbangan pendidikan. Untuk pekerjaannya sekali menutup motor Amin akan diberikan uang jasa antara Rp.500 sampai Rp.1000 tergantung kebaikan dari yang empunya motor.
Uang yang mereka terima tidak sepadan dengan keselamatan dan kesehatan mereka di jalanan. Dari segi keselamatan mereka tentu saja tidak aman, karena sering terjadi kecelakaan di saat mereka memburu kenderaan yang mau mereka jaga, karena ketika motor belum berhenti mereka akan berebutan, belum lagi dengan lalulalang kenderaan di jalanan yang ngebut seenaknya sangat membahayakan jiwa mereka. Dari segi kesehatan, mereka setiap hari menghirup asap knalpot yang mengandung gas beracun, sehingga penyakit seperti paru-paru dan sakit mata akan sangat rentan terjangkit, belum lagi penyakit kulit, karena sering terkena panas matahari dan kena pengaruh udara malam yang dingin. Jadi dalam segala hal anak-anak jalanan ini akan sangat dirugikan. Selain resiko fisik anak juga harus menanggung beban psikis, seperti mendapat perlakuan dan perkataan kasar, pelecehan seksual dan lain sebagainya.
Di seluruh dunia saat ini diperkirakan terdapat 300 juta anak yang terpaksa bekerja, setengahnya atau sekitar 100-150 juta terdapat di Asia, kebanyakan Asia Selatan dan Asia Tenggara. Jumlah pekerja anak di seluruh dunia bertambah dengan 80.000 anak perhari. Di Indonesia sendiri perkiraan resmi mengenai jumlah pekerja anak berkisar 2, 45 juta anak, dan bakal bertambah banyak lagi kalau sudah di survey sampai ke Maluku Utara mengingat bahwa pasca konflik pasti meninggalkan dampak, salah satunya adalah anak-anak jalanan yang bermunculan. Sebelun konflik horisontal terjadi di Maluku Utara pada era 90-an pernahkah kita melihat anak-anak jalanan?
Ada beberapa sebab penyebab keberadaan pekerja anak, salah satunya dan yang utama adalah “Kemiskinan”. Jika kelangsungan hudup keluarga menjadi terancam oleh kemiskinan, maka seluruh anggota keluarga termasuk anak-anak terpaksa dikerahkan untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Padahal Convention on the Right of the Children atau Konvensi Hak anak yang dibuat di Jenewa pada tahun 1989 merupakan wujud upaya penangulangan atas keprihatinan negara-negara terhadap permasalahan anak termasuk di dalamnya adalah anak jalanan. Indonesia sebagai salah satu negara yang menyepakati, meratifikasi CRC pada tahun 1990. Pasca event ini permasalahan anak lebih mendapat perhatian. Beberapa program dibuat untuk mengatasi permasalahan anak-anak, baik oleh lembaga-lembaga pemerintah maupun lembaga-lemabaga Swadaya non pemerintah. Dengan program-program ini ada identifikasi sektor-sektor yang melibatkan anak dalam kerja juga gambaran eksploitasi yang terjadi, misalnya keterlibatan anak di jalanan, nelayan, industri dan perkebunan. Mudah-mudahan hal ini sudah disentuh oleh pemerintah daerah kita dan lembaga-lembaga swadaya lainnya, karena suatu permasalahan yang tidak diungkap, akan tenggelam begitu saja, tidak ada keberpihakan, perjuangan, perubahan terhadap pihak-pihak yang tercerabut hak-haknya dalam hal ini adalah anak-anak jalanan yang penulis yakin, ditangan merekalah terjamin masa depan sebuah bangsa. Selamat Hari Anak!

No comments: