Sunday, September 23, 2007

“SEKS, PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI DALAM SEMANGAT HIDUP”

*Asmar Hi. Daud*
Dari sisi manakah kita menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan itu berbeda? Apakah karena perbedaan biologis (memiliki kelamin (seks)) yang berlawanan; Atau karena kebetulan wanita bisa melahirkan dan menyusui sedangkan pria tidak; Ataukah karena pria lebih kuat secara fisik dan wanita lemah; Atau karena pria lebih pemberani secara phsycis dan wanita lebih hati-hati dan sensitive dalam bertindak; Ataukah karena kita sendiri yang sengaja menciptakan perbedaan (polarisasi) dalam budaya kita sebagai sesuatu yang berlawanan dan tidak sama?.
Perbincangan seputar dua wilayah ini hampir memenuhi semua sesi lembaran sejarah peradaban kemanusiaan, dan tidak akan pernah habis dibicarakan dari masa ke masa. Apa pun jawabannya, konsepsi apapun yang kita ajukan, antara laki-laki dan perempuan tetaplah dua sisi mata uang yang berbeda. Bukan karena kemauan atau korban pasif biologis semata, atau karena konstruksi budaya yang menentukan Hitler, Diana, Berlasconi atau bunda Teresa. Meski terdapat banyak kemungkinan dan pilihan-pilihan itu (Anthony Synnott), tetapi setiap manusia yang lahir sebagai laki-laki dan tercipta sebagai perempuan, keduanya memiliki identitas tersendiri dan masing-masing memiliki makna simbolik yang berbeda (gender un-equality). Masalah ini seolah sudah sedemikian direkonstruksi bukan oleh kemauan biologis, sosial atau budaya, melainkan oleh “alam”.
Dualisme simbolik yang diperkenalkan alam yang kita pahami seperti siang dan malam, matahari dan bulan, panas dan hujan, pasang dan surut, sampai pada atribut yang kita kenakan, seperti pakaian dan warna, kuku dan kuteks, kecantikan dan binaraga semuanya tersimbolisasikan secara berbeda. Semua pola ini, dan pola-pola lainnya, secara khas, dan stereotip mensimbolkan maskulin dan feminim. Norma-norma gender ini sudah merembesi semesta kata kaum Phytagorian, dan dunia ini menurut pandangan mereka sudah sedemikian tergenderkan.
Katagori Maskulin dan Feminim (ecriture feminime-masculine) yang kita simbolkan tak lepas dari wilayah gender itu. Dan setiap karya cipta tak lepas dari identitas jender atau jenis kelamin ini. Sebuah metafora biologis yang cukup jelas, dengan rincian identifikasi simbolik yang sangat transparan dan kelewat tertelanjangi antar keduanya.
Pemahaman vagina misalnya, dari yang esensial ditelaah menjadi morfologis. Vagina jelas berbeda dengan penis dalam karakter morfologisnya. Fungsinya saja sangat bersebrangan. Sigmund Freud lebih dulu mengidentifikasinya dengan sekian banyak gagasan imajinasi. Klitoris menurutnya adalah penis kecil yang inferior dan kehilangan hasrat, sedangkan penis direpresentasikan sebagai pemilik hasrat yang paling utuh. Oleh karenanya, Sigmund Freud percaya; bahwa hanya pria yang bisa masturbasi. Alasannya cukup sederhana; yaitu karena penis konkrit dan kelihatan, untuk itu kata Freud, hanya prialah pemilik hasrat itu.
Tidak hanya sebatas itu Freud mensuperiorkan lak-laki atas perempuan. Dalam pandangannya yang lain, ia (Freud) bahkan dengan tegas menyatakan bahwa wanita adalah laki-laki yang dikebiri dan menderita kecemburuan terhadap penis. Lebih jauh lagi, Schopenhauer menggambarkan wanita sebagai ras rendah dengan berbagai kekurangan fisik yang lain. Meski menyebut mereka cantik, karena kecantikan itu begitu penting bagi mereka (wanita), tetapi masih saja ada keinginan untuk menggambarkan wanita sebagai kelamin yang tidak estetik.
Terlepas dari benar atau tidak pandangan yang menggambarkan dan menjelaskan “inferioritas” feminim (vagina, penis dan hasrat), Mariana memberikan pandangan yang berbeda: Vagina menurutnya, merupakan organ seks perempuan yang kompleks dan hasrat tertingginya adalah multi-orgasme meski tanpa klimaks. Strukturnya tak tunggal seperti penis, melainkan multi organ. Penuh kemungkinan, memiliki tabungan kehidupan dan kematian dalam rahim. Vagina bukan semata-mata organ atau hasrat seks atau aktifitas manstruasi semata, tetapi lebih dari itu ia adalah penghadiran kehidupan dan kematian. Berseberangan dengan Freud, identitas feminim adalah keutuhan hasrat yang mencakup kehidupan, seks dan kematian. Itulah reproduksi feminisme yang khas dan berbeda dengan maskulin (kelebihan perempuan atas laki-laki).
Feminim mencari kehidupan dibalik kematian karena infgestasi organ seksnya yang bernama rahim selalu mengandung semangat kehidupan. Perempuan meninggalkan kehidupan karena penindasan dan posisinya sebagai jenis kelamin kedua setelah pria (the second sex, Simone de Beauvoir). Kematian bagi perempuan adalah kehidupan yang tiada batas. Sedangkan pada laki-laki kematian adalah lari dari absurditas hidup yang bergelimang kuasa dan kedudukan yang sesungguhnya sangat terbatas dan tak bebas.
Dunia feminism secara kodratiah telah menjadi apa yang diinginkan, sementara laki-laki harus berkeringat untuk mencapai apa yang diinginkan. Dunia laki-laki selalu terkungkung dengan pembagian kerja yang melelahkan. Ia harus selalu mencari nafkah meski tidak berbakat. Mereka yang jenuh dengan tubuh, dan dengannya dunia maskulin tercipta semuanya begitu transparan terlihat. Kehidupan maskulin adalah kehidupan yang tunggal seperti; penis tegang, kaku, kuat, jantan, rasional dan harus senantiasa perkasa (pemutlakan karakter atas laki-laki). Oleh karenanya; “Tubuh laki-laki tidak dikatakan menjadi haram, bila tidak dibicarakan dalam konteks kejantanan”. Lain halnya dengan tubuh femenim, setiap serpihannya harus selalu indah, cantik, lembut, halus, menyenangkan dan harus selalu menggairahkan dalam semangat maskulinitas. “Perubahan” dengan demikian merupakan esensi feminitas, jika ingin disukai laki-laki.
Perbedaan antara keduanya sama jauhnya dengan perbedaan antara hewan dan tumbuhan. Laki-laki direpresentasikan mirip hewan, sementara perempuan dikonstruksi ala tumbuhan. Perempuan mengembangkan ketenangan dan memelihara prinsip kesatuan perasaan, sentiment dan keibuan. Sementara laki-laki melihat jenisnya dari sebuah tatanan dunia yang hirarkis. “Hidup, kalau begitu merupakan perjuangan untuk mempertahankan kebebasan dan menghindari kegagalan.” Sebaliknya wanita cenderung melihat diri mereka “sebagai individu dalam sebuah jaring-jaring hubungan. Hidup, kalau begitu merupakan sebuah komunitas, sebuah perjuangan untuk mempertahankan keintiman dan menghindari isolasi. Dalam perspektif cinta pun demikian adanya. Laki-laki memberikan cinta untuk mendapatkan “kesenangan” (seks), sementara perempuan cenderung memberikan “seks” untuk mendapatkan cinta. Lantas apa yang dituntut oleh kaum perempuan, jika keduanya memiliki makna simbolik dan semangat hidup yang jelas-jelas berbeda?!

1 comment:

dagonraboin said...

TfSh Gold - Titanium Tube & Brass - Baojititanium
TfSh Gold is 바카라 the best titanium tube/ brass. It was created with a small 라이브스코어 stainless steel core. 벳 매니아 You will get 토토 사이트 모음 the finest quality of titanium baoji titanium steel here.