Monday, September 24, 2007

“MANUSIA ½ DEWA TERGUGAT”


(Memaknai Sebuah Simbol ‘Agama’ dalam Kasus Iwan Fals)
Dra. Irza Arnyta Djafaar M. Hum

Seorang Iwan Fals akhirnya tersandung juga, lantaran cover di album terbarunya yang berjudul “Manusia 1/2 Dewa” , ia dikritik oleh Forum Intelektual Muda Hindu Dharma (FIMHD). Mereka tidak setuju bahkan sangat tersinggung ketika Iwan Fals mencantumkan sosok seorang Dewa yang dianggap sakral oleh agama Hindu itu dikomersilkan. Ketua FIMHD Aria Wedakarna menyatakan bahwa dengan pencantuman gambar Wisnu itu berarti melecehkan umat Hindu. Hal ini lebih diperparah ketika salah satu lirik lagu dalam “Manusia ½ Dewa” itu Iwan berkata, “Aku sedang susah, Rasanya ingin menjadi Hanoman atau Janggo”. Hanoman disamakan dengan Janggo, si koboy pahlawan Amerika pembasmi kejahatan. Ini sungguh suatu pelecehan. Menurut ketua FIMHD , kalau mau mencantumkan gambar-gambar atau simbol-simbol dewa sebaiknya mencari agama yang penganutnya sudah tidak ada di muka bumi ini, atau minimal diberi keterangan gambar yang menyatakan sosok dewa tersebut dan menyebutkan namanya. Aria kecolongan, rupanya dalam kasus ini Iwan banyak dibantu oleh musisi dan seniman Bali, salah satunya Dewa Budjana, juga Forum Parisade Hindu Pusat yang menyatakan tidak ada unsur pelecehan dalam albumnya. Selesaikah kasus “Manusia ½ Dewa” Iwan Fals?
Ternyata tidak !, Iwan tersandung lagi, masalahnya salah satu lirik di album “Manusia ½ Dewa” dalam lagunya yang berjudul “17 Juli 1966”, Iwan mengatakan dengan lirik sebagai berikut: “Sengkuni kilik sana sini, Kurawa dan Pandawa rugi, Dewa-dewa kerjanya berpesta Sambil nyogok bangsa manusia (para kuli tinta)”. Iwan pun kembali dipermasalahkan oleh salah seorang Raja Bali, dengan alasan pelecahan lagi, karena Dewa mereka dalam kitab sucinya tidak pernah berpesta pora sambil menyogok manusia. Iwan pun tergugat lagi !
Kasus serupa belum lama juga terjadi pada seorang novelis perempuan, yang juga terkenal sebagai penyanyi yang tergabung dalam mantan grup RDS (Rida, Sita, Dewi). Perempuan yang melejit namanya lewat Trilogi novelnya Super Nova ini, ketika menulis novelnya yang kedua “Akar”, Dewi atau Dee mencantumkan gambar/simbol “Om” (salah satu simbol Hindu) pada sampulnya. Serta merta Aria Wedakarna bereaksi dan berbicara ke setiap media infoteinment bahwa Dee melecehkan agama Hindu. Persoalannya adalah siapakah yang sesungguhnya tidak memahami arti dan lambang dari agama Hindu ini. Memang orang yang bukan penganut Hindu akan sangat awam dalam memahami agama ini, apakah Hindu dipandang sebatas kebudayaan, ataukah memang ia (Hindu) benar-benar sebuah agama?
Mempelajari agama Hindu tidaklah segampang yang diperkirakan orang, karena sangat kompleks, menyangkut banyak dewa yang harus disembah, banyak simbol-simbol yang dipelajari terutama menyangkut kepercayaan kepada tiga dewa (Trimurti) yaitu Brahma, Wisnu dan Siwa yang menciptakan, memelihara dan membinasakan. Dengan demikian dewa-dewa Hindu beserta simbol-simbol yang ada didalamnya tidaklah begitu muda kita memakainya, karena sesuatu yang kita anggap lumrah dan biasa-biasa saja, ternyata sangat berbeda dengan mereka ( Hindu). Contoh Hanoman dalam lirik lagu Iwan Fals, (Hanoman adalah seekor kera). Untuk kita “Kera” adalah hewan yang sering kita pakai untuk umpatan, makian dan yang berkonotasi jelek, tapi bagi masyarakat Hindu Kera adalah hewan yang menyelamatkan Dewi Sinta dari Rahwana seorang raksasa jahat dari kerajaan Alengka. Demikian halnya dengan hewan sapi atau lembu, di India yang mayoritas penduduknya beragama Hindu sangat menghormati sapi, hewan ini tidak dapat di usir apabila dia nyasar dan duduk di tengah-tengah jalan raya, lebih baik bagi mereka adalah berbalik arah daripada harus mengusir hewan tersebut, hewan ini akan dibiarkan sampai pergi sendiri. Bagi kita mungkin ini terlalu berlebihan, tapi tidak bagi mereka, karena sapi adalah kendaraan bagi Dewa Ciwa, dan sapi ini dalam kepercayaan agama Hindu namanya adalah Nandi atau sering disebut sebagai “Lembu Nandi”.
Untuk memahami agama Hindu, kita harus mengenal Kitab yang didalamnya terdapat ajaran-ajaran dari dewa-dewa kepercayaan mereka, seperti halnya ketika kita mempelajari Al-qur`an, Injil, Taurat dan Zabur, yang isinya adalah ajaran-ajaran dari Tuhan yang disampaikan melalui para Nabi.
Agama Hindu mengakui bahwa Tuhan mereka adalah satu tetapi mempunyai tiga badan, atau disebut “Trimurti“ yang maksudnya adalah Dewa yang tertinggi (Icwara) yang menjadikan dan menguasai alam semesta. Dewa ini berbadan tiga, sesuai dengan kekuasaan Icwara yang tiga macam : mencipta, memelihara atau melangsungkan dan membinasakan. Ketiga macam kekuasaan yang masing-masing diwakili oleh satu badan dewa ini kemudian menjadi diwakili oleh seorang dewa. Demikianlah dewa pencipta adalah Brahma, dewa pemelihara adalah Wisnu dan dewa pembinasaan adalah dewa waktu (Ciwa).
Di antara ketiga dewa tertinggi ini hanya Wisnu dan Ciwa yang mendapat pemujaan luar biasa. Hal ini adalah wajar, kalau kita mengingat bahwa yang dihadapi manusia ialah apa yang sudah tercipta. Maka dewa pencipta dengan sendirinya terdesak oleh kepentingan manusia, manusia lebih cenderung lebih memperhatikan apa-apa yang sudah diciptkan. Pun kenyataannya bahwa segala apa akan binasa karena waktu, selalu memenuhi perhatian manusia.
Dengan demikian tidaklah salah ketika seorang penyanyi kharismatik sebesar Iwan Fals memilih Wisnu sebagai simbol di sampul kasetnya. Sebuah kebanggaan sebenarnya bagi umat Hindu, karena dengan demikian mereka tidak perlu lagi bersusah payah untuk menyiarkan agamanya, karena Iwan Fals telah mempopulerkannya lewat lagunya “Manusia ½ Dewa” yang dalam beberapa lagunya menggambarkan tentang dewa-dewa serta makna simbol dari agama Hindu. Dalam lirik lagunya “Matahari Bulan dan Bintang” Iwan yang sedang susah meminta bantuan Hanoman, karena Hanoman dipercaya dapat menyelamatkannya, seperti halnya ketika Hanoman menyelamatkan Dewi Shinta dari Rahwana. Demikian juga ketika Iwan mencantumkan gambar Wisnu di sampul kasetnya. Penulis bisa menangkap bahwa Wisnu yang digambarkan sini adalah Wisnu yang dapat memelihara apa yang sudah diciptakan Brahma. Dalam segala bentuk dan perwujudannya Wisnu tetaplah dewa yang memelihara dan melangsungkan alam semesta. Maka sebagai penyelenggara dan pelindung dunia, ia digambarkan setiap saat siap untuk memberantas semua bahaya yang mengancam kesalamatan dunia. Untuk keperluan ini Wisnu turun ke dunia dalam bentuk penjelmaan yang sesuai dengan macamnya bahaya. Penjelmaan ini disebut Awatara. Bagi Iwan ini merupakan sebuah sindiran bagi politisi kita dan bagi siapa saja yang tidak bisa menjaga alam yang sudah ada, maunya hanya mengeksploitasi dan merusak apa yang sudah diciptakan.
Kendaraan atau alat angkut bagi dewa Wisnu adalah burung Garuda. Di sampul kasetnya, Iwan melukiskan dengan apik Dewa Wisnu yang lagi mengendarai Garuda, yang sekarang dipakai oleh bangsa Indonesia sebagai lambang negara.
Kalau berbicara tentang lambang, maka tidak terhitung jumlahnya lambang Hindu yang dipakai oleh bangsa Indonesia. Salah satu contoh, untuk logo Universitas yang ada di Indonesia yaitu Institut Tekhnologi Bandung memakai Ganesha sebagai logonya. Ganesha adalah anak dari dewa Ciwa, Ganesha adalah dewa berkepala gajah yang disembah sebagai dewa Ilmu dan dewa penyingkir rintangan-rintangan. Seperti di ketahui dewa dalam agama Hindu bisa menikah dan mempunyai anak. Istri Ciwa adalah Durga yang mempunyai kendaraan yaitu singa. Selain beranakkan Ganesha, Ciwa juga mempunyai anak yang bernama Kartikeya yaitu dewa yang selalu digambarkan sebagai kanak-kanak naik burung merak dan mempunyai kedudukan sebagai dewa perang.
Demikian juga dengan logo Universitas tertua di Maluku Utara yaitu Universitas Hairun, Ganesha dipakai juga sebagai lambang, yang jadi masalah disini adalah, Maluku Utara tidak mengenal dan terpengaruh dengan agama Hindu, tapi kenapa lambang ini dipakai. Dengan demikian logo Unkhair harus diganti. Jangan-jangan kita juga akan diprotes oleh FMHD karena dianggap melecehkan agama Hindu. Tapi ini tidaklah masalah karena seiring dengan penegrian Unkair yang diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarno Puteri, Unkhair telah menyelenggarakan lomba logo yang menggambarkan potensi kekayaan alam serta simbol-simbol yang memuat filosofi dari daerah Maluku Utara sendiri.
Kembali kepada agama Hindu, dalam perkembangan selanjutnya, agama yang bersifat kerakyatan ini tidak dapat menghindarkan diri dari anasir-anasir filsafat dan Mystik oleh karena kuatnya kepercayaannya akan hukum karma dan cita-cita akan moksa.
Kegaiban-kegaiban yang meliputi para dewa, tempat manusia menyandarkan nasibnya dan memohonkan kurnianya, menimbulkan berbagai pemikiran. Meskipun kepada dewa-dewa dikenakan sifat-sifat seperti manusia, namun mereka sangat berbeda juga. Dewa itu kekal, tidak dapat dan tidak akan mati seperti manusia. Maka bertentanganlah kalau (yang kekal) itu berbuat, karena perbuatan itu ada mulanya dan ada akhirnya.
Dengan demikian setelah membaca uraian yang ada di atas menyangkut agama Hindu, masihkah kita bisa memakai lambang atau simbol-simbol yang ada dalam agama ini, tergantung anda, bagaimana anda menilainya apakah Agama Hindu kita lihat sebatas agama, ataukah dari segi kebudayaannya., karena batasannya sangat tipis, seorang penyanyi pop yang digilai anak-anak muda Avril Lavigne, dalam video klipnya “Knocing on Heaven`s door” salah seorang modelnya mempertontonkan lambang “om” yang digambar di telapak tangannya, lambang ini sama dengan sampul bukunya Dewi Lestari. Dewi diprotes, sementara Lavigne tidak. Lambang Swastika yang identik dan menjadi simbol dari Nazi Jerman, juga tidak diprotes, bahkan mungkin sebagian orang tidak memahami bahwa swastika adalah lambang dari sebuah agama. Ataukah karena akar sejarahnya Hindu menyangkut ras Arya, sehinnga bisa ditarik benang merahnya, antara Hindu dengan ras Arya Jerman, karena seperti kita ketahui bangsa Arya yang merupakan induk bangsa Indo-Eropa, memasuki daerah hulu sungai Sindhu yang terkenal dengan nama Panjab (5 sungai) pada kira-kira 1500 tahun sebelum Masehi. Disini mereka membangun kota-kota yang sangat modern yaitu Mohenjo Daro dan Harappa.
Kesimpulannya orang Hindu harus bangga, bahwa agamanya sangat Universal. Bisa melewati batas suku, ras bahkan agama itu sendiri. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa kebudayaan Indonesia telah mulai mengalami perubahan besar dengan adanya agama Hindu. Pengaruh Hindu bukan saja mengantarkan bangsa Indonesia memasuki jaman sejarah, tetapi juga membawa perubahan dalam susunan masyaraktanya, yaitu timbulnya kedudukan raja dan bentuk pemerintahan kerajaan, dan dalam alam pemikiran pula dengan adanya bentuk keagamaan yang baru. Dengan sendirinya penghidupan dan adat kebiasaan ikut berubah.
Maka biarkanlah imajinasi manusia terbebaskan, tidak di pasung untuk kepentingan sekelompok orang yang mengatas namakan agama, sehingga kita bisa hidup secara damai, tidak ada lagi ketakutan ketika kreatifitas kita mengembara, karena kebebasan manusia satu-satunya yang ada di dunia ini, adalah ketika dia dapat berimajinasi dengan bebas, baik melalui lagu, maupun tulisan.

No comments: