Sunday, September 23, 2007

“KEMULIAAN PEREMPUAN DALAM ISLAM”

Asmar H. Daud


"Pergilah kepangkuan Tuhan dan Tuhan akan memelukmu dan menciummu dan menunjukan bahwa ia tidak akan membiarkanmu lari dariNya. Ia akan menyimpan hatimu dalam hatinya siang dan malam".

Itulah sebait kata-kata yang lahir dari seorang Maulana Jalaluddin Rumi, pemikir dan filusuf Islam terkenal itu, takala mengingatkan perempuan akan kegelisahannya dalam mencari kasih Tuhan.
Empat belas abad yang lalu, di sebuah majelis, seorang gadis kecil memasuki ruangan. Seorang yang paling mulia diantara hadirin segera berdiri menyambutnya, lalu menciumnya, dan mendudukan di pangkuannya. Begitu seringnya ia mencium putri kecil itu di depan orang banyak sampai-sampai sang istri pernah menegurnya. Tetapi apa tutur kata menjawab teguran sang istri tersayang itu?, “ Wahai istriku, jika aku merindukan surga, niscaya aku akan menciumnya.”
Berulang kali diberbagai kesempatan, ia berkata, “Sesungguhnya putriku belahan jiwaku. Siapa yang menyakitinya dia menyakitiku. Dan siapa yang membuatnya marah, dia membuatku marah”. Lelaki itu tak lain adalah manusia agung bernama Muhammad SAW. Dan siapa gerangan anak perempuan yang diagungkan itu? Dia tal lain adalah Fatimah putri beliau.
Demikian besar penghargaan Nabi SAW kepada perempuan, di saat banyak orang tua pada masa itu lebih mengiginkan anak laki-laki. Tak heran kalau kemudian seorang filosuf sekaligus seorang ahli sejarah peraih penghargaan Pulitzer dan pengarang buku The Story of Phylosophy Will Durant, memuji sang Nabi SAW, dan mencatatnya sebagai tokoh yang paling berjasa sepanjang sejarah dalam memperbaiki hak-hak perempuan.
Nabi Shallaallahu Alaihi Wa Salam biasa mencium istri-istrinya setelah wudhu, kemudian beliau shalat tanpa mengulangi wudhunya (HR. Abdurrazaq). Dari Habsa binti Umar menyatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah biasanya mencium istrinya sekalipun saat puasa (HR. Ahmad). Siti Aisyah salah seorang istrinya pernah berkata, bahwa pada suatu malam beliau masuk ke rumah lalu ketempat sujud beliau. Beliau tidak berpaling sedikitpun sampai aku tertidur. Ketika merasa kedingingan beliau berkata “Dekatkanlah dirimu kepadaku wahai Aisyah….” Maka aku berkata “Sesungguhnya aku sedang haid” beliau berkata: ”Walaupun kamu sedang haid, bukakanlah kedua pahamu.” Aku lalu membukakan kedua pahaku sementara beliau meletakan pipi dan dadanya di atas pahaku. Aku pun menelengkungkan diri kepada beliau, maka hangatlah beliau dan tertidur (HR Abu Daud).
Dari Aisyah ia berkata “Ketika sedang haid, aku minum kemudian gelasnya aku berikan kepada Nabi SAW. Beliau pun minum pada bagian gelas pada bagian di mana tadinya aku meletakan bibir. Demikian juga ketika di waktu haid, aku menggigit sepotong daging, lalu sisa gigitan itu aku berikan kepada beliau. Beliau tak segan menggitnya pada bagian yang tadinya aku menggigit”.
Sesungguhnya Rasulullah mempunyai tetangga seorang Persia yang pandai memasak, ia membuat masakan untuk Nabi kemudian datang mengundang beliau untuk makan. Beliau bertanya, “Apakah Aisyah juga diundang?”, ia menjawab “Tidak”, maka beliau berkata “Aku tidak akan datang!” Orang Persia itu pun kembali mengundang beliau untuk kedua kalinya, beliau bertnya, “Apakah Aisyah juga diundang?” ia menjawab “Tidak!”, maka beliau pun berkata “Aku tidak akan datang!” Orang Persia itu pun kembali mengundang beliau bertanya “Apakah Aisyah diundang juga?”, pada undangan ketiga itu, ia menjawab “Ya, Aisyah juga diundang!” Maka beliau dan Aisyah berdiri dan berjalan seiring hingga sampai ke rumah si pengundang itu. (HR.Muslim). Dari sini kita bisa mengambil hikmahnya yang mana Beliau sangat menghargai dan menghormati istrinya, karena Aisyah tidak diundang maka beliau juga tidak akan mau menghadiri undangan tersebut.
Terdapat juga kisah Rasulullah yang pernah mempercayakan kunci Ka’bah yang mulia kepada sorang perempuan bernama Salafah binti Sya’adal Ansharia. Ada pula Arwa’ binti Abdul Mutalib, wanita yang membela Rasulullah dengan lisannya. Juga kisah harum milik Asma binti Yasit bin Sakan Al Ansharia. Wanita suci yang menjadi contoh yang ideal dalam iman, ilmu dan kesabaran sehingga sejarah mengabadikannya dalam cahaya penuh berkah. Dialah orator para wanita dan termasuk golongan terdepan dalam menyampaikan riwayat-riwayat hadits Rasulullah.
Islam selalu menempatkan perempuan pada kedudukan yang setara dengan kaum laki-laki. Sebagaimana Tuhan juga memiliki sifat maskulin dan feminism dalam diriNya. Maha pengasih (Al-Rahman) dan penyayang (Al-Rahim) merupakan contoh sifat feminism. Semantara yang maha perkasa (Al-Azis) adalah bentuk sifat maskulin. Saat perempuan menyusui anaknya, ia bersifat ‘Rahman’ serta ‘Rahim’ dan saat mencari nafkah, ia mengeluarkan sifat ‘Azis’ (perkasa). Oleh karena kesamaan sifat ini, menurut Ibnu Arabi; perempuan lebih mudah mendekat pada Tuhan dan mencapai derajat taqwa. Tokoh masyur Tasauf ini pun menyatakan bahwa secara kualitas spiritual (dalam tataran keillahian), “Perempuan sesungguhnya lebih tinggi” daripada laki-laki, karena pada diri perempuan melekat dua sifat sekaligus, yaitu keaktifan dan kepasifan, sifat memberi dan menerima, maskulinitas sekaligus feminitas. Tuhan berfirman “…Bagi laki-laki bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan…(QS.An-Nisa (4) 32).
Di dalam Al-qur’an banyak ungkapan penghargaan itu diberikan Tuhan kepada kaum perempuan, misalnya dalam Surat An Nur, Al Ahzhab, An Nisa, Al Baqarah, dan lain-lain. Bahkan pada kedudukan yang tinggi sekalipun. Sebagaimana Tuhan telah melebihkan kedudukan mereka atas cinta, segala perhiasan yang diciptakan, karena perempuanlah sebaik-baik perhiasan itu.” Juga kedudukan yang tinggi, di mana surga hanya di bawah telapak kaki mereka.”
Dalam perjalanan sejarah pasca kerasulan Muhammad dan berakhirnya ayat-ayat Tuhan dari langit, sesungguhnya masih banyak lukisan keabadian yang mengisahkan penghargaan itu kepada perempuan. Taj Mahal adalah salah satu lukisan keabadian itu. Tak banyak yang manyadari bahwa bangunan Taj Mahal yang kemudian menjadi permata parawisata India yang sudah berumur kurang lebih 350 tahun itu adalah contoh penghargaan seorang suami kepada istrinya.
Shah Jehan, seorang Maharaja dari Wangsa Mugal di era Islam India memutuskan untuk membangun sebuah mausoleum “seindah kecantikan istrinya” dengan konsep Islam. Istrinya, Arjumand Begam (Mumtaz Mahal), artinya yang terpilih di istana wafat pada saat melahirkan.
Istrinya yang telah menemaninya selama 19 tahun itu kemudian dibuatkan mausoleum dalam kurun waktu 22 tahun. Menghabiskan dana 32 juta rupee atau lebih dari 6 milyar dengan melibatkan tenaga kerja 20.000 orang, termasuk 37 orang arsitek dari Asia Tengah dan Persia. Mesium Mumtz Mahal ini dilengkapi dengan Mesjid, tempat pertemuan, kolam-kolam dan taman yang luas. Materialnya terbuat dari pualam putih, emas dan permata penuh dengan khiasan bunga yang terpahat di didinding dengan struktur yang megah memancarkan keagungan cinta dengan menara dan kubah penghargaan bagi sosok seorang istri.
Taj Mahal mungkin hanyalah sebuah simbol berbentuk material tentang penghargaan seorang suami terhadap istrinya dalam masyarakat Islam. Tetapi lembaran sejarah kerasulan Muhammad, dari sang Nabi besar inilah fondasi transformasi social dan keagungan perempuan telah di mulai.
Inilah salah satu pemuliaan luar biasa yang dilakukan Islam kepada kaum perempuan. Memang benar Islam melarang jimah (bersetubuh) disaat istri sedang haid karena di sana ada bahaya besar sebagaimana ilmu kesehatan pun telah membenarkannya. Tetapi Islam tidak melarang kedekatan mesra pasangan suami-istri selama haid. Islam begitu memuliakan perempuan, menghargai dan menempatkannya di ufuk tinggi setelah berabad lamanya dilecehkan oleh peradaban. Islam senantiasa menumbuhkan kedekatan suci antara suami dan istri kapan pun dan di mana pun. Bahkan selalu mengabadikan mereka dalam setiap sesi sejarah peradaban umat manusia.

1 comment:

Unknown said...

papi ini turo yang comment beneran. question nya eman itu beneran turo ya