Sunday, September 23, 2007

“MENGHARGAI KEAJAIBAN KELAHIRAN MANUSIA”

Asmar Hi. Daud.


Ada banyak fakta keajaiban karya Tuhan di alam semesta ini. Mulai dari benda tak hidup sekecil atom sampai pada jutaan bintang dan ribuan planet yang begitu mengagumkan sistim edarnya dalam tata surya kita. Di bumi, juga ada banyak hal yang menakjubkan. Mulai dari organisme yang bersel tunggal seperti bakteri, plankton sampai pada hewan yang bersel banyak seperti pada insekta, ikan, burung, serigala, kera dan sebagainya, dari rumput Taicie sampai pada pohon raksasa seperti Sequoia, semuanya adalah mahluk ciptaan Tuhan yang sangat mengagumkan. Akan tetapi, apakah semua karya Tuhan ini lebih ajaib dan menakjubkan dari pada mahluk yang bernama manusia?. Tentu tidak!. Keajaiban dan ketakjuban ini karena manusia memiliki otak yang luar biasa yang tidak dapat ditandingi oleh semua makhluk atau benda apapun yang pernah diciptakan oleh Tuhan. Termasuk kera yang begitu termashur dalam pemikiran teoritis ala Darwin".
Tak heran kalau pemazmur terkenal nabi Daud as, dengan penuh kesadaran memuji pribadi yang menciptakan otak manusia yang dianggap bertanggung jawab atas keajaiban kelahiran manusia. Pada suatu ketika dalam perenungannya yang kemudian diabadikan dalam Alkitab, Sang Daud pernah berucap; "Aku bersyukur kepadaMu karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kau buat dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindung bagiMu ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak; dan dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari pembentukku, sebelum ada satupun dari padanya (Mazmur, 139:14-16).
Keajaiban itu dimulai dari rahim. Tiga minggu setelah pembuahan sel-sel otak mulai terbentuk. Semua organ tubuh termasuk otak dan semua bagian lain dari tubuh ditulis dalam kode genetika telur yang dibuahi dalam rahim sang ibu. Setiap bagian muncul menurut hari-hari dan mekanisme urutan waktu yang tepat. Kenyataan ini tercatat dalam Alkitab sekitar empat ribu tahun sebelum ilmu pengatahuan modem menemukan kode genetika (R.M. Restak, 1979).
Setelah lahir, otak manusia terus berkembang dan membentuk jaring-jaring penghubung. Perbedaan antara otak manusia dengan otak binatang apapun akan cepat terlihat. Dalam buku “The Universe Within", menggambarkan otak manusia "laksana sebuah alam di dalam alam". Ukuran otak seorang bayi manusia tidak seperti otak binatang, ukurannya akan bertambah besar tiga kali lipat pada tahun pertama. Dan seraya waktu berjalan, kira-kira 100 milyar sel-sel saraf yang disebut neuron, dan juga jenis sel-sel yang lain terbungkus dalam otak manusia, walaupun beratnya hanya dua persen dari berat badan kita.
Otak merupakan “Central Proccessing Unit (CPU)" dalam tubuh manusia, dan secara biologis otak adalah pusat pengendali utama bagi seluruh aktivitas tubuh (Taufik Pasiak). Hal ini dimungkinkan karena dalam otak manusia terdapat sebuah jaringan yang saling merangkai yang disebut dengan formasi retikuler. Fungsinya, menerima dan memantau jutaan pesan yang masuk kemudian diperhatikan dan disaring oleh sebuah jaringan penghubung yang disebut dengan korteks selebrum. Setiap detik jaringan saraf yang tebalnya tidak kurang dari 60 mm, membentuk lipatan rapi terhadap tengkorak kepala, yang jika direntangkan luasnya kira-kira 20 cm persegi, dengan kurang lebih sepuluh ribu kilometer serabut-serabut penyambung per sentimeter kubik ini, mengijinkan paling banyak hanya beberapa ratus pesan ke dalam pikiran yang sadar.
Korteks manusia selain jauh lebih besar dari korteks hewan (binatang), juga memiliki lebih banyak bagian yang tidak terkait. Maksudnya, tidak terkait untuk menjalani fungsi jasmani dari tubuh tetapi bebas melakukan proses mental yang lebih tinggi sehingga membedakan manusia dari kelas bintang, disamping susunan DNA dalam double helix yang berbeda antara kita dengan binatang.
Sejak lahir manusia sudah dibekali berbagai kesanggupan untuk belajar, meskipun bukan berarti keahlian untuk belajar. Binatang sebaliknya, hanya memiliki hikmat naluri, dan mempunyai kesanggupan yang terbatas untuk belajar, apalagi mengilhami tentang dirinya sendiri. "Kita bukan sekedar kera-kera yang lebih pandai" kata Ricard M. Restak, tetapi " Pikiran dan akal kita berbeda dalam kualitas dibandingkan dengan semua mahluk hidup apapun yang ada di alam ini.
Carl Sagan, ilmuwan terkenal itu, meski dalam kehidupannya, ia menolak eksistensi Tuhan, pun dalam buku "Cosmosnya", ia mengakui dan merasa takjub atas keajaiban otak manusia. Menurutnya, otak manusia adalah suatu tempat yang besar dalam wadah yang kecil, tetapi mampu menerima dan menampung keterangan yang mengisi lebih dari dua puluh juta jilid buku (sebesar perpustakaan yang ada di dunia). Otak merupakan susunan jaringan (organ) yang sangat kompleks yang pernah dikenal di alam semesta. Satu-satunya mikrokosmos yang sangat membingunkan para ahli dalam keseluruhan pemetaannya. Ia (otak) bukan saja bagian tubuh yang paling berkembang, tetapi juga secara otomatis dapat mempelajari dirinya sendiri. Namun apa yang terjadi di dalam tempat yang kecil ini sesungguh sulit dimengerti oleh pikiran manusia itu sendiri.
Yang menarik dari paradoks di atas adalah pernyataan Alkitab yang menyatakan bahwa "hal-hal yang lebih dalam hanya dapat dimengerti oleh mereka yang biasa menggunakan akalnya" (lbrani 5:14). Dalam bahasa Quran, Tuhan sering menyapa kepada kita "Apakah kamu tidak berakal?". Penyelidikan adalah pengungkapan fakta, dan terbukti bahwa kekuatan mental akan berangsur hilang jika tidak digunakan. Maka otak seperti otot, akan menjadi lebih kuat jika difungsikan dan bertambah lemah jika tidak digerakkan (Jack Fincher, 1981).
Memang kapasitas kita jauh lebih besar dibanding dengan yang lain. Binatang, meskipun mereka cerdas dalarn pengertian "terlatih", namun binatang tidak pernah dapat mengembangkan pikiran seperti pikiran manusia. Mahluk hidup semisal mamalia hanya mampu menggunakan pikiran-pikiran emosional, kalau bukan insting untuk merespons lingkungan mereka. Sementara kesanggupan memprogram sesuatu dari otak manusia memungkinkan kita membentuk konsep atau sebuah gagasan, gagasan dari apa yang kita lihat, sesuatu dari apa yang kita rasakan, bahasa dari apa yang kita ucapkan dan yang kita dengar, serta pikiran dari pengalaman kita (Young, 1978). Potensi-potensi inilah yang kemudian berperan membentuk kecerdasan manusia, meski dalam realitas kehidupan, setiap manusia memiliki kadar kecerdasan yang berbeda. Hal ini membuktikan bahwa sesungguhnya kekuatan terbesar bukan terletak pada bagian luar dari tubuh kita, kesempurnaan kita bukan terletak pada kondisi fisik yang kita punya, melainkan Kekuatan dan kesempurnaan itu ada di dalam diri manusia, yaitu otak dari akal pikiran-budi kita.
Persoalan kemudian adalah apakah kita menghargai keajaiban itu, hanya sebatas kernampuan otak yang kita miliki? Problem mendasar yang sungguh sulit dimengerti justru adalah siapakah manusia itu?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Bruce Milne dalam bukunya "Mengenali Kebenaran", menjelaskan bahwa dari sudut Antropologi, ada banyak faktor berpadu menjadi penyebab krisis pengetahuan tentang manusia itu sendiri. Belakangan bahkan untuk ke depan, ada kecenderungan kita diperhadapkan pada kemungkinan kemusnahan ummat manusia secara total. Apakah karena bom nuklir yang tercipta dari hasil kecerdasan otak manusia?. Perang karena ketidak adilan dan arogansi kekuasaan?. Konflik humanitas yang kita ciptakan sendiri karena egoisme kesukuan, ras, agama dan lain-lain!, Kekurangan bahan pangan karena kerakusan manusia mengeksploitasi sumber daya alam tanpa batas?. Polusi dan kerusakan lingkungan karena kita membungkus diri sebagai kesatuan etis, dan menganggap diri kita sebagai bagian yang terpisah dan berbeda dengan dunia alam. Dehumanisasi dan keterasingan manusia dari diri sendiri dengan dunia alam ini merupakan penyebab krisis kemanusiaan global yang teramat sangat menyedihkan!. Unsur-unsur lain yang turut mempercepat krisis humanitas kita adalah kecepatan dan luasnya perubahan (future shock), serta kehidupan modern yang luar biasa rumitnya sehingga mengakibatkan runtuhnya dasar-dasar pikir tentang kelahiran manusia dan peradaban yang kita ciptakan sendiri dalam sebuah dunia seolah tanpa masa depan "The word life without future".
Di samping dalam pengertiannya tentang umat manusia, kita selalu diperhadapkan pada ketegangan-ketegangan yang belum terpecahkan. Apakah kita hanya melihat diri kita terutama dalam pengertian kemampuan rasional dan spritual seperti dalam filsafat klasik ala pemikiran ketimuran?, ataukah dalam pengertian jasmani kita seperti yang dikemukakan Epicurus, Marxisme dan segala bentuk Materialisme? Apakah manusia hanya di lihat terutama sebagai individu seperti yang dianjurkan oleh Eksistensialisme dan banyak Psikologi modern?, ataukah sebagai masyarakat seperti pada Sosialogi dan Marxisme, atau harus pesimis dalam penafsiran Psykilogis?, ataukah kita harus optimis seperti pada Humanisme dan Hedonisme popular?.
Pertanyaan-pertanyaan di atas menggaris bawahi relevansi pandangan yang kacau bahkan membingunkan tentang pengertian diri kita sendiri. Kita gagal menerjemahkan dan keliru dalam berbagai penafsiran tentang esensi kemanusiaan diri kita, yang oleh Antropologi Kristen, keteradaan dimensi demikian serta asal mula semua kekacauan ini karena pengabaiannya. Pengabaian kepada siapa? Kepada diri kita sendiri. Kita lupa bahkan kehilangan energi untuk menjawab, untuk apa manusia diciptakan?, dan dengan maksud apa kita dikultuskan oleh Tuhan? Deskartes benar ketika ia menyatakan bahwa masalah mendasar bagi manusia adalah pengenalan diri. "Gnothi Teauton" kata Deskartes “Kenalilah dirimu. Meski sosiolog Kristen ala Calvin secara tegas membantah pandangan ini dengan pandangannya bahwa "Manusia tidak akan mencapai pengetahuan yang jelas akan dirinya, kecuali jika sebelumnya manusia telah melihat wajah Tuhan". Tetapi dalam Filisofi Islam pandangan Deskartes justru mendapat justifikasi spritual "Kenalilah dirimu niscaya engkau akan tahu siapa kamu, dan ingatlah kepada Tuhanmu niscaya Tuhan akan bersemayam di dalam dirimu”.
Dalam perspektif apa kita akan memandang diri kita, yang jelas bahwa pengenalan diri adalah inti dari pemahaman akan keberadaan manusia. Paling tidak, akal dan pikiran menjadi fenomena utama sebagai jalur spritual untuk mengenal diri kita sendiri, alam semesta dan Tuhan sebagai sang pencipta. Dalam Bible, Al-Quran dan atau kitab-kitab agama samawi lainnya dengan jelas menyatakan bahwa manusia adalah mutlak ciptaan Tuhan, bukan hasil kebetulan dalam suatu proses kosmik. Manusia juga bukan silsilah dari dinasti binatang, dan sangat keliru anggapan bahwa kita sampai saat ini masih sebagai binatang yang berevolusi tinggi (Darwin dan para pendukung teorinya). Namun apa pun tentang manusia, sesungguhnya sebelum dan sesudah segala sesuatu, manusia tetaplah manusia. Dan apa pun yang dikatakan tentang manusia adalah tindakan kreatif Tuhan dalam proses penciptaannya. Setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan ada karena Tuhan menciptakannya. Dan Ketika diciptakan, manusia diberi harkat khusus. Ini sesuai dengan firmanNya bahwa manusia adalah sebaik-baik makhluk yang pernah diciptakan. Kemampuan rasional, kesadaran moral, pengutamaan keindahan, rasa takut akan punah dan presepsi spritual adalah wujud - keunikan Tuhan dalam kerangka penciptaan manusia, bukan seperti Kera yang sungguh tidak pernah berevolusi menjadi manusia. Selain itu, manusia berbeda dengan makhluk lain apa pun, karena satu sifat yang luar biasa. Manusia menemukan kebahagiaan dalam memberi dan suka cita dalam mencintai dan dicintai, di samping kita juga punya hati nurani yang mengganggu jika kita menyimpan. Semua kelebihan potensi ini kamudian Tuhan memberikan kita kesempatan untuk memilih. Mau apa dan ke mana hidup ini akan kita bawa?
Kita punya kebebasan untuk memilih, karena kita adalah mahluk bebas dan merdeka. Tetapi kita tidak dirancang dengan kemampuan untuk mengatur diri sendiri terlepas dari Sang Pencipta "Manusia tidak berkuasa untuk menentukan jalannya, dan orang yang berjalan tidak berkuasa untuk menetapkan langkahnya". Doktrin Alkitab ini dimaksudkan untuk mengingatkan bahwa kemerdekaan dan kebebasan kita adalah relatif. Di mata Tuhan tidak mutlak dan harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Kita dibimbing oleh Tuhan dengan kesadaran moral yang bersyarat. Lihat, dan dengarlah prinsip Alkitab yang begitu arif menasihati kita “Hiduplah kamu seperti orang merdeka dan janganlah kamu menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan kamu, tapi hiduplah kamu sebagai hamba Tuhan" (1 Petrus 2:16). "Jangan berlagak sombong", demikian Tuhan mengingatkan manusia dalam firmanNya.
Pengusiran manusia pertama dari taman Eden (surga) adalah bukti pemisahan diri secara spritual bersama Tuhan. Manusia membuat diri sebagai patokan realitas, dan akal serta pengalaman hidup sebagai patokan kebenaran. Manusia menyatakan kekuasaan dirinya atas dunia, dan seolah dengan kekuatan akalnya ia mampu berbuat sesuka hati. Keangkuhan berbentuk perasaan seperti raksasa yang serba bisa ini membuat manusia seperti yang dilukiskan dalam Bible "Memanjat ke arah surga dengan maksud merendahkan wajah Tuhan". Perbudakan kemauan adalah kegagalan manusia dalam mencari kasih Tuhan. Padahal kita adalah satu-satunya mahluk kesayangan yang disanjung para malaikatNya. Walaupun ketika manusia akan diciptakan dalam mengembang visi besar Tuhan, ada keraguan beraroma kecemasan yang disampaikan para malaikat kepada Tuhannya,"Mengapa Engkau menciptakan manusia lagi, kalau hanya untuk membuat kerusakan dan menumpahkan darah? Apakah tidak cukup dengan kami yang setiap saat tunduk dan mengagungkan namaMu? Tanya Malaikat pada Tuhannya.
Tetapi Tuhan tidak pernah keliru dalam penciptaanNya. Tantangan untuk mewujudkan kehendakNya di muka bumi dan janji akan keabadian surga dengan segalah kemewahan dan kesenangannya, la ciptakan manusia sebagai wakilNya di muka bumi dengan bekal keajaiban yang tak pernah dimiliki oleh mahluk suci seperti para Malaikat sekali pun. Pikiran dan akal yang terbungkus di dalam otak manusia merupakan keajaiban yang dihormati oleh semua mahluk, terkecuali Iblis dengan segala kesombongannya.
Sebagai khalifah, kehidupan di dunia ini tidak lain kecuali sebagai tempat pelatihan untuk menumbuhkan spritualitas, dan surga adalah taman janji kesenangan keabadian di akhirat. Tuhan tidak pernah berkata, "Kami telah memuliahkan bumi dengan segala isinya, dan tidak pula Tuhan berkata, bahwa kami telah memuliahkan surga dengan segala kesenangan dan kemehannya" akan tetapi Tuhan hanya berfirman, "Dan Kami telah memuliahkan anak-anak Adam atas keduanya". Maka sebagai kewajiban moral atas alam, Kita kemudian diperintahkan untuk menjaga, memakmurkan dan mengawasi semuah mahluk yang ada di dalamnya, tidak terkecuali!. Peringatan Tuhan ini dimaksudkan agar manusia tidak membuat kerusakan dengan ketamakan dan kerakusannya. Jangan sakiti segalah mahluk, atau membiarkan mereka mengeluh karena kekuasaan kita atas mereka. Dan untuk kita sendiri, Tuhan mengingatkan, “Janganlah kamu salingmembenci, menyakiti dan saling menguasai, hingga kamu benar-benar celaka”.
Memang Tuhan memberi kita keajaiban atas rencana penciptaanNya. Tetapi Tuhan tidak menginginkan manusia menentang rencanaNya dengan keajaiban itu. Dia menyadarkan manusia untuk menghargai keajaiban kelahirannya dengan kesadaran moral dan spritual yang dipunyai, karena setelah Tuhan menyuruh manusia untuk berfikir, peringatanNya kemudian adalah; apakah kamu tidak beriman?
Untuk memahami dan mengilhami eksistensi kita di muka bumi, agama tidak sekedar bermetafora. Karena tradisi selalu mengajarkan kepada kita, bahwa tujuan hidup sesungguhnya adalah untuk mencari dan mengenal Tuhan, menerima kedaulatan dan kemudian memujiNya. Dan ada keyakinan yang sama dalam semua tradisi agama, agama apa pun namanya, adalah selalu memberi harapan sekaligus pengharapan untuk berbuat adil kepada apa dan siapa saja!, mencintai kemurahan, mengasihi sesama ciptaan, dan berjalan dengan rendah hati di bawah mentari bersama Tuhan.

No comments: